Suatu hari sepulang latihan basket, anak itu mengalami kecelakaan. Motornya terpeleset, badannya terpental dan membentur trotoar. Walau begitu baik motor dan tubuh anak itu tidak mengalami kerusakan yang berarti. Anak itu hanya mengalami luka memar saja. Saat pulang ke rumah sang Ibu menanyakan kondisinya yang tidak biasanya. Anak itu hanya menjawab tidak apa – apa. Namun sebagai seorang Ibu secara naluriah beliau langsung mengambil obat oles dan mengobati luka memar anaknya. Tiga bulan setelah kecelakaan itu sang Ibu sering melihat anaknya meringis kesakitan diselingi demam. Kalau ditanyai sang Ibu, jawabnya selalu sama – ‘ngga apa – apa kok Bu, paling cuma masuk angin karena kecapean. Minum obat warung juga sembuh kok’.
Suatu hari sang Ayah melihat anaknya itu terduduk lesu. Diperhatikannya secara seksama sekujur tubuh anaknya, maka terlihatlah warna kuning di semua kulitnya dan suhu tubuhnya pun meninggi. Tak perlu menunggu lama maka dibawalah anak itu ke rumah sakit. Pihak rumah sakit mendiagnosa anak itu terkena penyakit liver diiringi dengan membesarnya ginjal dan penyebaran sel kanker stadium akhir. Mendengar hal itu kedua orangtua anak itupun mengupayakan pengobatan ke luar negeri. Namun rupanya memang sudah tidak ada harapan bagi anak itu.
Di saat - saat terakhir hidupnya, anak itu meminta maaf kepada kedua orangtuanya yang sedang bersedih. Anak itu merasa di hidupnya yang singkat ini ternyata hanya mendatangkan kesedihan saja. Anak itu merasa belum sempat berbakti pada kedua orangtuanya, karenanya anak itu meminta kedua orangtuanya mendoakannya agar segala dosanya diampuni Tuhan.
Anak itu pun pergi meninggalkan kedua orangtuanya dan mereka pun harus mengikhlaskan kepergian putra mereka. Ada penyesalan mendalam dengan kepergian anaknya itu. Seandainya dulu mereka dapat berkomunikasi dengan baik, menyediakan waktu untuk anak mereka dan membangun kebersamaan maka penyakit anak itu pasti akan diketahui sejak dini sehingga bisa diupayakan pengobatan lebih awal.
Sebagai orangtua terkadang kita memang diperbudak pekerjaan. Padahal anak – anak kita lebih memerlukan kita. Kurangnya perhatian membuat anak mencari pelarian ke hal – hal lain seperti narkoba, pergaulan bebas, main game tak terbatas hingga banyak kasus lain yang seharusnya bisa dicegah.
Maka itu bagaimanapun sibuknya, kita harus bisa menyediakan waktu bersama – sama dengan anak kita dan memelihara komunikasi antar anggota keluarga dengan efektif. Dengan perhatian dan komunikasi secukupnya kita mampu membangun dan memelihara keluarga penuh sukacita dan berbahagia.